Minggu, 14 Agustus 2016

Bagaimana Mengajar Efektif dengan Metode Ice Breaker?

Seorang guru sama sekali tidak bisa mengabaikan kondisi siswanya saat berada di ruang kelas. Peran fasilitator dari guru membuat guru harus melakukan langkah-langkah tertentu agar proses pembelajaran mempunyai timbal balik (feedback). Artinya, bagaimana membuat siswa juga terlihat aktif di kelas.
Di dalam proses pembelajaran, sering terjadi kondisi di mana siswa terlihat lelah, ngantuk, tidak semangat, dan tidak siap mengikuti pembelajaran. Kondisi siswa seperti tidak serta merta membuat guru menjadi acuh. Justru sebaliknya, guru harus mampu membuat mereka kembali segar dan bersemangat untuk mengikuti mata pelajaran di kelas.
Cara atau metode seperti apa yang harus dilakukan seorang guru ketika kondisi yang kurang kondusif tersebut terjadi di kelas?
Sigit Setyawan dalam bukunya Nyalakan Kelasmu: 20 Metode Mengajar dan Aplikasinya (2013) mengisahkan, ada seorang guru yang dihadapkan pada kondisi di mana para siswa terlihat tidak bersemngata, tidak siap menerima pelajaran, dan mengantuk. Guru tersebut lalu meminta para siswa untuk berdiri dan melakukan gerakan-gerakan.
Ia meminta para siswa merentangkan tangan, mengepalkan tangan, mengayun-ayunkan lengan, bergerak ke kanan dan ke kiri, dan masing-masing memijit punggung teman sebangkunya. Sebagian siswa tertawa dan bercanda, sebagian yang lain melakukannya dengan bersemangat.
Setelah kira-kira satu atau dua menit, ia mempersilakan para siswa untuk duduk kembali. Selanjutnya, si guru tersebut menyajikan sebuah cerita lucu yang pernah ia dengar. Para siswa tertawa, mereka tidak mengantuk lagi. Akhirnya dalam waktu lima menit, ia berhasil mendapatkan perhatian dari seluruh siswa. Dampaknya sangat signifikan, para siswa terlihat telah siap menerima materi pelajaran.
Cara yang dilakukan oleh guru tersebut merupakan metode Ice Breaker. Dari ilustrasi cerita di atas, dapat diartikan bahwa Ice Breaker yaitu metode yang dapat menyiapkan kondisi yang lebih baik bagi siswa agar lebih segar dan siap menerima pelajaran.
Metode ini dapat dilakukan di awal maupun di tengah-tengah proses pembelajaran untuk mencairkan suasana, membangun kesiapan belajar, atau memacu motivasi belajar siswa. Ice Breaker dapat dilakukan dalam durasi kurang lebih lima hingga sepuluh menit.
Ice Breaker sangat berguna untuk mengarahkan perhatian siswa yang baru saja mengkuti mata pelajaran lain agar tetap fokus dan siap menerima mata pelajaran selanjutnya. Metode ini juga dapat menggungah kembali motivasi belajar siswa agar termotivasi untuk melanjutkan pelajaran dan tugas-tugas selanjutnya.
Langkah terakhir bagi guru, dia dapat melakukan sebuah evaluasi terhadap keberhasilan metodeIce Breaker. Guru dapat melakukan sebuah pengamatan terhadap berbagai respon yang keluar dari para siswa. Jika penggunaan Ice Breaker membawa pengaruh yang signifikan, maka metode ini dapat diterapkan kembali di kemudian hari. (Fathoni Ahmad)


Posted on March 15, 2016


Laporan Kinerja Kementerian Agama Tahun 2015

Laporan Kinerja Kementerian Agama Tahun 2015

 

 

 

 

Download

Jumat, 12 Agustus 2016

MI Hidayatus Shibyan Mengadakan Lomba Mewarnai dan Lomba Kreasi Tari Anak TK dan Paud Se- Kecamatan Talun

Ratusan murid tersebut sangat antusias mengikuti lomba mewarnai gambar dalam peringatan menyambut tahun ajaran baru 2016.
Ketua Panitia, Lestari Damaiyanthy, S.Pd.I mengatakan, sebanyak 326 peserta yang terdiri dari TK dan Paud mengikuti lomba mewarnai gambar. Kegiatan lomba mewarnai gambar diperuntukan bagi para murid ini bertujuan untuk mengasah kemampuan anak, mengenal etika dan juga menjalin tali silaturahmi antar guru serta orang tua murid.
“Para pelajar ini sangat antusias sekali mengikuti lomba mewarnai gambar, dengan tema ‘aku cinta islam’. Hal ini dikarenakan, para murid itu sangat senang dalam lomba mewarnai ini dengan memperebutkan hadiah utama satu buah sepeda dan perlengkapan sekolah,” ungkap Lilis.
Sehingga para murid tersebut bisa leluasa mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk mewarnai, dan tentunya tanpa harus didampingi oleh guru maupun orangtuanya. Hal ini dikarenakan para pelajar tersebut dilatih untuk mandiri, tanpa harus meminta bantuan kepada guru maupun orangtua.
Ia berharap mudah-mudahan kegiatan ini dari guru bisa tingkatkan anak menjadi berkualitas dan bisa mengasah kemampuan anak.